“ Coba tebak, hadiah apa yang aku minta?” tanya gadis kecil itu pada
dua sahabatnya.
Seperti berlomba, keduanyapun berebut menebak hadiah apa yang diminta
sahabat kentalnya itu.
“ Sepatu baru, tas, baju, boneka, sepeda, hp, blackberry, laptop?”
tanya mereka bersemangat.
Setiap mereka menyebutkan, setiap itu pula si gadis menggelengkan
kepalanya. Tak ada yang bisa menebak dengan benar, akhirnya merekapun
menyerah.
“ Kalian menyerah? “ si gadis tersenyum menggoda.
“ Ya! “ jawab keduanya kompak.
Si gadis kecil tak langsung memberikan jawaban. Ia tahu bahwa kedua
sahabatnya pasti akan kaget, bahkan menertawakannya. Tapi ia tak mau
curang, apapun tanggapan mereka, ia akan mengatakan yang sebenarnya.
“ Aku minta dibelikan es kelapa “ jawab si gadis apa adanya.
Sesuai dugaan, tanpa dikomando kedua sahabatnyapun tertawa. Mereka
sama sekali tak menyangka kalau sahabatnya yang sejak kelas satu selalu
jadi juara, ternyata hanya minta dibelikan es kelapa sebagai hadiahnya.
Bagi mereka ini bukan saja lucu, tapi juga aneh bahkan keterlaluan.
Dalam hal memilih hadiah, rupanya si gadis tak secerdas ketika sedang
menangkap pelajaran di sekolah, pikir mereka.
Cukup lama mereka tertawa terpingkal-pingkal. Setiap ingat es kelapa,
setiap itu pula mereka tertawa. Begitupun si gadis, ia ikut tertawa
ceria. Tak ada yang salah dengan permintaannya, meskipun itu kini
membuat kedua sahabatnya tertawa.
Puas tertawa, kedua sahabat si gadis pun ganti bercerita.
Masing-masing menceritakan hadiah apa yang mereka dapat dari kedua orang
tuanya.
“ Aku dibelikan sepeda baru sama bapakku. Malah sebelum rapot
dibagikan, aku sudah lebih dulu dibelikan sepeda. Kata mamaku, bapak
sudah punya firasat kalau semester ini aku bakal masuk sepuluh besar “
cerita salah satu sahabatnya bangga. Dia tidak berbohong, tadi pagi
waktu ambil raport di sekolah, si gadis memang melihat sahabatnya itu
naik sepeda baru.
Sahabatnya yang satu lagi tak mau kalah. Dengan semangat, dia yang
semester ini berada di peringkat tiga bercerita bahwa ibunya akan
membelikan dia hp multimedia keluaran terbaru. Sebenarnya kalau ia bisa
mendapat ranking dua, Blackberry akan menjadi miliknya. Bahkan
seandainya ia bisa ranking satu, sang ibu berjanji akan menghadiahkan
sepeda motor baru.
**
Lelaki itu tak jua bisa memejamkan matanya. Hampir satu jam dia
berbaring, rasa kantuk belum juga datang, justru semakin menghilang.
Percakapan si gadis bersama dua orang sahabatnya tadi siang memenuhi
pikirannya, menyesakkan dadanya.
Apa yang dikatakan si gadis memang benar adanya. Es kelapa muda di
kios ujung pasar, memang itu yang dia minta. Ia juga percaya bahwa kedua
sahabat si gadis tidak mengada-ada. Ia pernah mendengar cerita salah
satu teman kerjanya. Jika sang anak bisa masuk tiga besar, ia akan
membelikan hp edisi terbaru sebagai hadiahnya. Bahkan salah satu
kakaknya berjanji akan membelikan laptop jika sang anak bisa meraih
peringkat pertama. Wajar saja, selain dianggap baik oleh mereka, juga
mereka mampu untuk membeli semua itu.
Lelaki itu mengulang doa tidurnya. Ia berharap bisa segera tidur
malam itu.Tapi untuk kesekian kalinya, lelaki itu gagal memejamkan
matanya. Ia pandangi wajah lugu si gadis yang tertidur pulas di
sampingnya. Dia betulkan guling yang terlepas dari pelukan buah hatinya.
Dia rapihkan rambut yang menutupi wajah mungilnya. Sebuah rasa
menyesaki rongga dadanya. Ia teringat seraut wajah yang mirip sekali
dengan gadis kecil di hadapannya.
Biasanya, saat-saat bahagia seperti ini selalu mereka nikmati
bertiga. Tapi kini hanya berdua, ia dan gadis kecilnya. Lelaki itu
berusaha keras menghibur hatinya. Ia panjatkan doa untuk orang yang
sangat dicintainya.
Lelaki itu pandangi wajah polos itu dalam-dalam. Banyak pelajaran
yang ia dapatkan dari gadis kecilnya. Kesabaran, ketegaran, ketabahan,
keikhlasan dan juga kesederhanaan. Kesederhanaan seorang juara.
Kesederhanaan yang pernah ditunjukan oleh almarhumah, juara yang
sesungguhnya. Tak pernah mengeluh menghadapi ujian, juga tak menjadi
tinggi hati kala berprestasi.
Bagi anak seusianya, pada umumnya mendapatkan nilai terbaik adalah
kesempatan emas untuk memperoleh apapun yang ia inginkan dari kedua
orang tuanya. Tapi tidak dengannya. Ia tak meminta sepatu, tas atau baju
baru. Juga bukan boneka, sepeda ataupun hp multimedia seperti yang
diminta sahabatnya. Dia hanya minta dibelikan es kelapa, sesuatu yang
bisa dia dapatkan kapanpun tanpa harus menunggu menjadi juara.
Lelaki itu tersenyum haru. Ada butiran hangat meleleh di ujung
matanya. Dia tahu persis kesederhanaan gadis kecilnya. Bukan kali ini
saja, berkali-kali ia belajar kesederhanaan padanya. Saat kenaikan kelas
kemarin misalnya. Meski kembali menjadi juara, si gadis hanya minta
dibelikan sepuluh buku tulis yang berisi 58 lembar. Ada beberapa mata
pelajaran yang tak cukup lagi jika masih menggunakan buku yang lebih
tipis, itu alasannya. Juga ketika ujian tengah semester beberapa waktu
lalu. Meski dinyatakan sebagai siswa berprestasi terbaik, si gadis hanya
minta dibelikan sebuah bingkai photo berukuran 10 R untuk memajang
piagam yang diperolehnya.
Subhanallah, walhamdulillah! Bibir lelaki itu bergetar.
Tenggorokannya terasa sakit untuk mengucapkan tasbih dan tahmid secara
jelas. Rasa haru, pilu, bahagia sekaligus bangga bercampur menjadi satu,
memenuhi rongga dadanya. Serangkai doa dia panjatkan untuk gadis
kecilnya. Juga untuk sesorang yang sangat dekat di hatinya.
“ Sayang, aku bangga padamu. Aku berterima kasih atas
kesederhanaan yang kau contohkan padaku. Tetaplah kau menjadi
kebangganku, kebanggaan almarhumah ibumu. Meski kita tak bisa
melihatnya, di alam sana ibumu tersenyum bahagia dan bangga padamu…..”
Penuh kasih sayang, lelaki itu mencium kening si gadis kecil yang
sedang terlelap. Wajahnya terlihat berseri, barangkali ia sedang
bermimpi bertemu orang yang sangat ia rindukan. Lelaki itu berharap bisa
mendapatkan mimpi yang sama. Sekali lagi ia ulangi doa tidurnya. Dia
berbaring miring ke kanan. Dalam hatinya, dia berharap malam itu Allah
berkenan menganugerahinya sebuah mimpi. Mimpi indah, seperti dulu
ketika mereka masih utuh bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar